Sabtu, September 26, 2009

FENOMENA DUA ARUS BESAR di IDUL FITRI

Arus Mudik dan Arus Balik, dua istilah yang begitu rekat di fikiran dan hati masyarakat Indonesia. Gerakan massal yang tak jelas siapa memulai dan kapan startnya ini telah menjelma menjadi tradisi dan seiring bertambahnya waktu, makin bertambah kuat mengakar. Bahkan untuk sebagian masyarakat aktifitas yang penuh perjuangan ini sudah seperti menjadi suatu ritual wajib. Untuk mereka yang memegang prinsip ini, apapun siap diterjang demi kembali ke tanah kelahiran, demi hadir dan bersimpuh di pangkuan orang tua, bapak ibu, kakek nenek, demi menjumpai dan melepas kerinduan pada keluarga, sanak saudara, kerabat, teman bermain dan berangkat besar, pada suasana desa yang teduh, ramah, bersahaja namun penuh kehangatan dan jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk kota. Semua itu dan motivasi lain yang mungkin mengikuti, menemukan momentumnya pada setiap Hari Raya Idul Fitri alias lebaran.

Mudik, budaya lebaran kita, mobilisasi kolosal Idul Fitri kita, yang bahkan diperkirakan sebagai mobilisasi penduduk terbesar di dunia, memang fenomenal!!. Fenomenanya menarik untuk dicermati dan mengundang berbagai tinjauan serta sudut pandang. Mudik banyak yang mengupas sebagai sebuah fenomena sosial, budaya bahkan spiritual.
Tradisi mudik dari waktu ke waktu makin menunjukkan eksistensi sebagai ritual yang mampu menembus batas-batas rasionalitas kebanyakan pelakunya. Kampung halaman dengan segala ornamennya senantiasa menebarkan romantisme masa silam dan akan selalu berkesan bagi kaum urban yang merantau. Tak mengherankan jika jauh-jauh hari mereka sudah mempersiapkan diri. Para pemudik ikhlas menghabiskan tabungan hasil keringatnya bekerja keras dalam setahun tanpa syarat, rela berhimpitan dan berdesakkan dalam kendaraan umum, menyediakan diri tersiksa berjam jam dalam perjalanan, dan pantang mundur menantang kemacetan abnormal yang menghabiskan waktu dan stamina. Bahkan yang mengkhawatirkan, mereka terkesan kurang mempedulikan keselamatan pribadi dan keluarganya.

Perjalanan belum selesai, itu tadi baru perjalanan satu arah. Tradisi mudik tidak pernah sendirian, ia selalu diiringi oleh mobilisasi Arus Balik yang tidak kalah fenomenal. Hingga kini, kedua arus besar ini tidak pernah terpisahkan. Arus Mudik selalu diikuti oleh Arus Balik, dan selanjutnya Arus Balik ini akan menjadi cikal bakal Arus Mudik berikutnya. Dan fakta menunjukkan kecenderungan, ‘peserta’ yang ikut serta dalam kedua peristiwa ini selalu bertambah.

Saya mengamati kedua peristiwa nan fenomenal itu memang hanya dari berita di televisi, surat kabar, atau cerita seru yang menyenangkan sekaligus menegangkan dari teman-teman yang baru kembali dari acara mudiknya.
Banyak hal positif yang menjadi tujuan dan bisa dipetik, namun dampak negatifnya juga tidak bisa diabaikan, apalagi munculnya persoalan yang mengikuti. Tak jarang kawan yang mudik sebelum hari Idul Fitri dengan ringan atau berat hati terpaksa mengalahkan puasa yang belum genap sebulan. Tambah lagi bila menyaksikan betapa berat perjuangan dan pengorbanan yang harus dilalui oleh saudara saudara kita yang mudik. Hati makin bergidik ngeri mendengar berita tentang ratusan bahkan mencapai ribuan nyawa yang melayang di jalan akibat kecelakaan.

Terkait masalah nyawa, hendaknya ini menjadi perhatian dan pertimbangan semua pihak, baik pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah perlu melakukan manuver kebijakan radikal dan komprehensif, untuk mengatasi murahnya nyawa di jalan raya ini. Merombak total dalam pengelolaan transportasi publik menjadi salah satu solusi yang seharusnya segera dilakukan. Masyarakat pun seharusnya sudah mulai memikirkan dan mempertimbangkan dengan seksama bahwa saat Lebaran tiba tidak harus berebut menuju ke kampung halaman. Jangan sampai peristiwa mudik lebaran ini terjebak menjadi aktivitas dengan taruhan nyawa

Mestinya, dengan Idul Fitri, dengan mudik segala arti, kita bisa mulai kembali menakar, mempertimbangkan dan menentukan setiap langkah kita esok hari sesudah Hari Raya berlalu menjadi langkah yang terarah menuju Allah Yang Maha Suci, Pemilik kampung akhirat, dimana kita semua pasti akan mudik kesana.

3 komentar:

  1. Mudik bawa duit, balik bawa saudara :(

    BalasHapus
  2. Assalamu’alaikum wr. wb.,

    Maaf kalo ngga nyambung sama postingannya

    Saya mengucapkan selamat hari raya Iedul Fitri dan mohon maaf lahir bathin atas segala kesalahan dan khilaf yang tidak berkenan dihati selama kita berinteraksi. Semoga Allah Swt menerima ibadah shoum kita di bulan Ramadan, menerima sholat-sholat kita sepanjang ramadan, menerima taubat dan mengampuni dosa-dosa kita semua dimasa yang lalu. Dan semoga Allah selalu menaungi kita semua dalam rahmat dan hidayah-Nya. Amiin. Minal aidzin wal faizin, taqobbalallahu minna wa minkum.

    Wassalamu’alaikum wr. wb.

    BalasHapus
  3. @sibaho way...kapan ya bisa terjadi sebaliknya bang :)

    @torik...Wa'alaikum salam Wr Wb. Amiiin.taqobbalallahu minna wa minkum. Mohon maaf lahir batin juga mas :)

    BalasHapus

Komentar Sahabat.. (But, spam is not friendly)