Selasa, November 10, 2009

Merenungi Hari Pahlawan

Di tengah kerja keras berupaya eksis dalam kontes Kerja Keras Adalah Energi Kita, saya mencoba merenungi peristiwa bersejarah yang kita peringati hari ini. Tanggal ini di Surabaya 64 tahun yang lalu terjadi suatu peristiwa heroik yang kemudian selalu kita kenang sebagai Hari Pahlawan. Hari dimana terjadi pertempuran besar melawan bangsa penjajah yang dilengkapi persenjataan lengkap dan banyak pejuang kita yang gugur. Momen tersebut akhirnya menjadi energi kita yang menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Merenungi peristiwa bersejarah tersebut, saya menemukan sebuah tulisan yang menurut saya relevan dengan kondisi kita saat ini. Judulnya Menumbuhkan Heroisme Baru

NEGARA tanpa pahlawan sama artinya negara tanpa kebanggaan. Jika sebuah negara tak memiliki tokoh yang bisa dibanggakan, negeri itu miskin harga diri. Ia bahkan bisa menjadi bangsa kelas teri. Karena itu, setiap negara mestinya memiliki tokoh yang disebut pahlawan.

Pahlawan menjadi penting karena ia memberi inspirasi. Inspirasi untuk selalu memperbaiki kondisi negeri. Inspirasi agar bangsa ini terus bangkit. Dan, bangsa ini sesungguhnya mempunyai amat banyak orang yang memberi inspirasi itu.
Persoalannya, apakah kita mampu ‘mengambil’ inspirasi dan kemudian secara terus-menerus mempunyai spirit untuk memperbaiki bangsa ini?

Karena itu, memperingati Hari Pahlawan seperti pada hari ini merupakan saat tepat untuk evaluasi ulang pemahaman kita akan arti pahlawan. Jika tidak, ia hanya akan menjadi seremoni hampa makna, tak membuat perubahan apa pun bagi negara. Negara seperti dibiarkan berjalan menuju bibir jurang.

Setiap generasi memang memiliki persoalan dan tantangannya sendiri. Dulu, musuh utama bangsa ini adalah penjajah. Heroisme untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan pun menjadi pekik yang tidak pernah berhenti disuarakan.

Kini, siapa yang layak menjadi musuh bangsa ini? Musuh besar kita tak lain dan tak bukan adalah korupsi, kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Itulah sejumlah masalah utama yang dihadapi negeri ini sekarang.

Korupsi seperti penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Orang justru berlomba-lomba mengeruk uang negara. Dan, itu terjadi di semua level yang menyebar baik di pusat maupun di daerah. Hampir di semua jajaran, baik yudikatif, legislatif, maupun eksekutif, terjangkit penyakit korupsi kronis.

Jumlah orang miskin juga seperti tak ada habis-habisnya. Padahal, pembangunan terus dilakukan. Tentu ada yang salah atau tidak beres dalam proses pembangunan kita. Salah dalam tataran perencanaan dan implementasi. Sebab masih amat banyak yang berpikiran bahwa harta negara boleh diambil semau-maunya.

Kini bangsa ini juga mengalami problem amat serius, yakni ketidakpercayaan diri. Sebuah bangsa tanpa kepercayaan diri tidak mungkin bisa menghasilkan produk-produk unggul. Keunggulan hanya bisa diraih jika kita mempunyai kebanggaan akan bangsa dan negerinya sendiri. Dengan inferioritas ini kita akan sulit bersaing di era global. Sebab globalisasi menuntut keunggulan. Tanpa keunggulan, kita hanya akan menjadi penonton yang bisa berteriak-teriak, tetapi tidak bisa menentukan apa-apa.

Itulah makna heroisme baru yang harus dibangun terus-menerus. Kita tidak ingin jasa para pahlawan dan nilai-nilai luhurnya hanya ada dalam ingatan, tapi terlupakan dalam tindakan.”


Diambil dari : http://opini.wordpress.com
Sumber : Media Indonesia, Jum’at, 10 November 2006

1 komentar:

  1. Semoga bangsa Indonesia tidak melupakan jerih payah para pejuang yang telah berjasa bagi terbentuknya NKRI ini. Amiin.

    BalasHapus

Komentar Sahabat.. (But, spam is not friendly)